Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

DOKTER HEWAN BUGIL: CATTLE, FEED, MEAT AND ARWANA FISH SPESIALIST VETERINER
Dogpile

Wednesday, December 3, 2008

LDA (Left Displaced Abomasum) Correction




Seminggu sebelum tulisan ini saya buat, saya temukan kembali kasus Left Displaced Abomasum (LDA) dengan kronologis kasus yang agak unik. Pengalaman saya sebelum ini tentang LDA menunjukan tidak adanya kenaikan suhu yang ekstrim pada sapi yang mangalaminya. Kali ini saya menemukan kasus LDA dengan kejadian awal hyperthermia.
Memang pada awalnya saya hanya mendapat laporan bahwa sapi yang baru melahirkan 2 minggu sebelumnya tiba-tiba kehilangan nafsu makan dan produksi hingga setengah % dari hari sebelumnya. Sejak awal saya sudah curiga bahwa ini adalah LDA, namun dugaan itu sementara saya tunda karena pada pemeriksaan awal, saya mendapatkan sapi ini mengalami hyperthermia. Ketika saya periksa, suhu tubuhnya 40,5 Celsius dan saya juga menemukan ping sound sehingga saya sempat berpikir hard-ware disease.
Saya curiga ke arah LDA karena saya menemukan heart rate-nya normal dan keras, namun saya tidak mengatakannya kepada peternak karena saya ingin melakukan observasi lebih lanjut pada hari berikutnya. Akhirnya pada hari itu saya hanya melakukan prosedur standar untuk hardware disease treatment.Pada hari berikutnya saya melakukan pemeriksaan kembali pada sapi yang sama dan saya menemukan beberapa perubahan yang signifikan. Sapi kehilangan produksi dan nafsu makan,tidak ada defekasi serta suhu tubuh menjadi normal (38,8 Celsius).
Saya lanjutkan ke pemeriksaan ping sound dan saya masih menemukan bunyi itu. Kali ini areanya lebih luas dari yang saya temukan hari sebelumnya. Jantung keras dan normal, akhirnya saya berkesimpulan sapi ini mengalami kasus LDA. Hari itu juga saya melakukan Correction Surgery untuk sapi ini.
Pada Continuing Education sebelumnya telah disampaikan oleh Drh.Heru Prabowo tentang Left Displaced Aboumasum (LDA) ini namun tidak sempat dipublikasikan detailnya. Kali ini saya akan sedikit mengulas LDA dari berbagai sumber yang sempat saya temukan. Bagi yang baru pertama kali mendengarkan istilah ini, LDA adalah kejadian berpindahnya (displaced) abomasum kearah kiri (left) pada sapi dewasa karena sebab tertentu sehingga disebut Left Displaced Abomasum. LDA bisa terjadi pada sapi jantan maupun betina, namun paling banyak terjadi pada sapi betina terutama setelah melahirkan. Jika abomasum berpindah kearah kanan, maka istilahnya adalah RDA (Right Displaced Abomasum). Pada kondisi normal, posisi abomasum adalah dibagian ventral dari rongga perut (seperti yang tercantum pada gambar). Namun pada kejadian LDA, abomasum ini berpindah kearah kiri, tepatnya diantara dinding perut kiri dan rumen. Sebagian besar, kejadian LDA terjadi setelah sapi melahirkan. Kejadiannya bervariasi dari 2 hari sampai 2 minggu setelah melahirkan.
Kejadian ini sebenarnya dimulai pada saat masa kering kandang (dry) pada saat sapi mempersiap-kan kelahiran. Pakan yang rendah energi dan kurang serat membuat metabolisme rumen menjadi lembek. Kebutuhan energi sapi secara normal akan meningkat se-telah melahirkan dan secara naluriah, nafsu makannya akan berkurang.
Nah, disinilah uniknya karena tantangannya adalah memasukkan energi sebanyak mungkin ke tubuh sapi pada saat nafsu makannya rendah. Bagi sapi-sapi tertentu, kebiasaan ini akan teratasi jika sapi sudah dibiasakan dengan pakan yang kaya serat dan energi pada saat sekitar 2 minggu sebelum melahirkan (challenge feed during transition period) sehingga pada saat setelah melahirkan, dia tetap akan mendapat energi yang cukup.
Namun pakan yang miskin serat dan energi pada masa transisi akan membuat nafsu makannya semakin berkurang setelah melahirkan. Kondisi ini menyebabkan rumen tidak segera terisi dan akibatnya celah ini akan diisi oleh abomasum yang letaknya pada saat itu sangat dekat dengan rongga kosong yang sebelumnya diisi oleh pedet.
Efek yang mengkhawatirkan adalah adanya obstruksi abomasum yang menyebabkan fermentasi terus menerus di abomasum dimana gas yang dihasilkan semakin lama akan semakin memperbesar ukuran abomasum bahkan bisa mengiritasi dinding abomasum. Gas di dalam abomasum itulah yang menciptakan suara ping (ping sound). Selain itu, obstruksi ini menyebabkan terhentinya aliran makanan sehingga gejala yang muncul adalah sapi kehilangan nafsu makan, tidak ada defekasi atau diare cair (hanya air yang keluar) dan berbau sangat menyengat. Akhirnya sapi semakin kurus, mata cekung dan jika dibiarkan dalam beberapa hari sapi akan mengalami kematian. Kejadian ini sering disalahdiagnosakan dengan diare biasa karena memang seringkali sapinya diare atau indigesti karena sapi tidak mau makan sehingga sering kali pengobatan yang dilakukan hanya sebatas pengobatan injeksi atau oral. Pengobatan injeksi dan oral tidak akan membantu recovery dan seringkali rekomendasi akhirnya adalah penjualan sapi.
Sebenarnya diagnosa dan penanganan bisa lebih efektif jika anamnesa tentang sejarah si sapi bisa diketahui dengan baik. Oleh karena itu wawancara dan perhatian pada kondisi sekitar sangat penting untuk dilakukan. Jika yang dihadapi adalah sebuah populasi,beberapa informasi yang perlu digali adalah apakah populasi itu mengalami masalah reproduksi, apakan BCS secara umum <3>


Posisi LDA (Left Displaced Abomasum)



Sejauh pengalaman saya, keberhasilan operasi ini ditentukan oleh kondisi umum sapi (semakin baik BCS, semakin baik peluang untuk sembuh), kecepatan diagnosa, ukuran sapi (sapi yang terlalu tinggi dan besar bisa menyulitkan proses operasi), dan keahlian dokter hewan itu sendiri selain faktor umum operasi lainnya. Secara singkat, prosedur operasinya adalah sebagai berikut (operasi melalui flank kiri):


1.Bersihkan dan cuci kulit serta cukur bulu pada daerah flank kiri yang akan disayat kemudian bilas dengan antiseptik. Ingat, pastikan alat dan tangan operaor steril sebelum melakukan operasi.


2.Sayat kulit bagian flank sebesar 15- 20 cm (tergantung besarnya tangan operator) hingga lapisan-lapisan otot perut sampai terlihat bagian dalam uang perut. Hati-hati, jangan sampai menyayat rumen.


3.Masukkan tangan yang sudah steril dan temukan abomasum yang posisinya terletak diantara rumen dan dinding perut.


4. Siapkan jarum no. 18 yang sudah disambungkan dengan pipa yang seukuran kemudian keluarkan gas yang ada dalam abomasum dengan cara menusuk bagian apex abomasum menggunakan jarum tadi hingga setengah isi gasnya keluar. Jangan sampai benar-benar collaps karena kita harus menemukan pylorusnya untuk difiksasi.

5.Setelah abomasum setengah collaps, temukan bagian pylorusnya dan fiksasi menggunakan cat gut (ukurannya menyesuaikan, saya biasa menggunakan yang berukuran 7 atau 8) yang sudah terhubungkan dengan vaginal suture needle lalu Ikat dengan baik.


6.Setelah itu lanjutkan pengeluaran gas dari abomasum hingga benar- benar collaps (kempis).


7.Sekarang kita siap untuk memfiksasi abomasum ke bagian paling ventral dari ruang perut dengan cara merasakan menggunakan ujung jari anda. Setelah yakin posisinya ventral, tembuskan cat gut tadi hingga menembus kulit ventral kedua sisi lalu ikat keduanya di luar kulit bagian ventral. Pastikan ikatannya benar-benar kuat sehingga tidak mungkin lepas. Untuk proses ini operator akan membutuhkan asisten untuk mengikatnya sedang operator memastikan seluruh bagian abomasum berada di bagian ventral dari ruang perut.


8.Setelah semua bagian abomasum berada di bagian ventral dari ruang perut, segera keluarkan tangan dan masukkan antibiotik (saya menggunakan penstrep) yang telah diencerkan dalam NaCl fisiologis untuk mencegah infeksi kedalam ruang perut.

9.Jahit satu-satu masing-masing bagian otot perut menggunakan cat gut dan akhiri jahitan kulit dengan menggunakan silk.

10.Berikan antibiotik, antihistamin, analgesik-antipiretik, multivitamin selama 5 hari berturut-turut dan amati kondisinya setiap hari. Amati nafsu makannya, produksinya (sementara perah satu kali saja sampai 1 minggu setelah operasi), kotorannya, suhu tubuhnya. Pastikan semua terkontrol dengan baik.

11.Jika semua kondisi normal, jahitan bisa dibuka 2 minggu post operasi.
Manajemen pakan pada sapi perah sangat menentukan keberhasilan peternakan sapi dan dan produktifitasnya.
Sumber: Drh. Deddy F. Kurniawan Operational ManagerKlinik Hewan SuropatiBatu - Jawa Timur

Madcow/Sapi Gila

Penyakit sapi gila pertama kali ditemukan di Ingris pada tahun 1985. Pada saat ini penyakit tersebut menyerang seekor sapi dengan gejala klinis kupingnya bergetar, hipersalivasi (air liur keluar secara terus menerus), jalan terkulai dan akhirnya mati.Sinonimmad cow, Bovine Spongiform Encephalopathy(BSE)



Etiologi

Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Prion (Proteinaceuous infectious particles) yaitu suatu protein tanpa asam nukleat yang infektif. Prion ini tahan terhadap panas, formalin 1% juga b-propiolaction dengan konsentrasi 1 %.Penyakit sapi gila ini bersifat zoonosis sehingga dapat menyerang manusia yang dikenal dengan Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE)Hewan mudah terinfeksiRuminansia sapi, kerbau, babi, kambing dan domba. Pada sapi kejadian ini sering timbul ketika hewan tersebut berumur tiga sampai lima tahun

Cara penularan
Penyakit sapi gila dapat ditularkan sebagian besar karena pemberian pakan ternak dari daging atau tulang yang telah terinfeksi oleh penyakit sapi gila melalui pakan, juga dapat melalui peralatan kandang, kendaraan pengangkut maupun alat penggiling makanan. Selain itu penyebaran penyakit ini juga dapat ditularkan dari induk yang bunting kepada anaknya.
Gejala klinis
  1. Depresi
  2. penurunan produksi susu
  3. Ambruk
  4. ataxia
  5. inkoordinasi
  6. Tremor atau kejang-kejang
  7. keluar air liur yang terus menerus



Diagnosis


Dari gejala klinis yang nampak
Pembuatan preparat histopatologis akan nampak gejala seperti lesi vakuolisasi pada sel otak dan terdapat sel intrasitoplasmik vakuolisasi
Pencegahanpengawasan ketat import daging, bahan makanan dan pakan ternak dan juga pelarangan impor dari negara yang telah terdapat kasus BSEnya

Sumber:http://www.vet-klinik.com/Peternakan/Penyakit-sapi-gila.html

Monday, December 1, 2008

Johne's Disease in a Beef Cow


Picture 1. Johne's Disease in a Beef Cow

This cow was losing weight and had diarrhea.



Picture 2. Ileal mucosa

The colon contained fluid contents. The ileal mucosa was thickened and the mesenteric lymph nodes were slightly enlarged. The Johne's DNA probe test was positive on the intestine.

Coccidiosis in a Calf

A one month old beef calf was found dead in the pasture. Eyes were sunken and there were dark feces on the tail and hindquarters.



Picture 1. blood tinged contents

The spiral colon contained blood tinged contents and some shreds of fibrin.

Picture 2. Intestinal contents
Intestinal contents from the large intestine. Moderate numbers of Eimeria zuernii were observed in the stool.

Ergotism

Two lame 10-month-old Holstein steers were brought to the ADRDL for examination. They were part of a mixed group of 40 300-500 lb. calves. The owner reported that 30 out of 40 animals were affected and that some animals had sloughed feet


Picture 1.


Picture 2.

The hind legs had a clear line of demarcation above the dewclaws (Picture 1, Picture 2). The skin below the line was cold and hard. Microscopic examination of affected skin revealed full thickness necrosis of epidermis with underlying thrombosed vessels in the dermis.

Picture 3. ergot bodies

A ration consisting of corn, oats and pellets had been fed for about a month prior to the start of the problem. The oats contained many ergot bodies. Chemical analysis of oats confirmed a very high level of ergopeptine alkaloids.

Toe Abscesses



A live 500 pound heifer was submitted from a group of feetlot heifers. The animals had been purchased three weeks before at a salebarn.


Picture 1. swollen feet

The problem did not respond to antibiotic treatment, and the lameness progressed to recumbancy. Three other animals at the feedlot were down with a similar history. The toe tips were abraded and oozed foul smelling, black fluid when squeezed.


Picture 2. pedal osteitis

Lateral claws of the hind feet were split which revealed pedal osteitis at the tip of P3 and a cavitated area undermining the sole and hoof wall.



Picture 3. hock joint

A hock joint contained inspissated suppurative exudate.



Picture 4. Lungs

Lungs had multiple necrotic lobules, some with large cavitation. Bacterial cultures identified Actinomyces pyogenes and Bacteroides sp. from lung and joint swabs. Pasteurella multocida was also identified from lung and Mycoplasma arginini from joint. This syndrome is known as toe abscess and can occur in cattle handled on rough surfaces. The claw tips are worn until there is white line separation which then allows penetration of dirt and manure into the claw. Bacterial infection with various aerobic and anaerobic microbes results in pedal osteitis, ascending foot infection, and bacteremia. The problem must be identified as soon as possible for treatment to be successful.


Picture 5. interdigital space


The interdigital space is usually not affected, as in footrot. Recommended treatment is trimming the toe to allow drainage (excessive trimming will cause increased lameness) and broad spectrum antibiotic therapy. Some veterinarians will apply a block to the unaffected claw.






Blackleg in a Beef Calf

A dead four month old heifer calf was submitted to the lab. The calf was part of a group of 30 cow/calf pairs on pasture.








Necropsy examination revealed pleuritis and congested thymus,

Picture 3. diaphragm muscle




Picture 4. peritonitis



Picture 5. splenomegaly
a dark area of ventral diaphragm muscle with adjacent peritonitis, and splenomegaly


Picture 6. pleuritis
There was also pleuritis affecting the thoracic wall between the ribs and pericardial sack. Fluorescent antibody examinations were positive on diaphragm muscle for Clostridium chauvoei, and anaerobic culture of diaphragm demonstrated Clostridium chauvoei. Microscopic examination of diaphragm revealed severe diffuse necrotizing myositis. Here is a recent newletter with more information on blackleg.

Pregnancy Toxemia in Beef Heifers

A dead two year old Angus heifer was submitted for examination. This was the third dead heifer out of 25. Clinical signs included weight loss, depression, disorientation and death.



Picture1. large pale liver (image from Dr. John King, Cornell, thank-you)

Necropsy examination revealed a thin carcass, large pale liver (image from Dr. John King, Cornell, thank-you) and a large male fetus in the uterus.


Picture 2. hepatic lipidosis.

Microscopic examination of liver revealed severe diffuse hepatic lipidosis. No viral or bacterial pathogens were identified. Fecal exams were negative for parasite ova. Liver contained 42.76% fat. The findings in this case were suggestive of pregnancy toxemia. The feed ration and late gestation were likely contributing factors.
No viral or bacterial pathogens were identified. Fecal exams were negative for parasite ova. Liver contained 42.76% fat. The findings in this case were suggestive of pregnancy toxemia. The feed ration and late gestation were likely contributing factors.

Laminitis in Feedlot Calves

Several severe lameness outbreaks have been seen this winter. High numbers of calves are affected. Problems include subsolar abscesses, toe abscesses, separation of hoof wall from the sole, and infected feet (joints and flexor tendons).


Picture 2. Toe abscess

Laminitis is suspected as the underlying cause of the problems. Severe cold and winds cause cattle to back off of feed. When cattle return to eating when the weather moderates, they may get laminitis from increased grain consumption